Kenajisan bangkai

Kesucian dan kenajisan hewan yang sudah mati (bangkai)

1. Bangkai Hewan yang tidak memiliki pembulu darah

طَهَارَةُ الْحَيَوَانِ الْمَيِّتِ وَنَجَاسَتُهُ:
أ – مَيْتَةُ مَا لَيْسَ لَهُ نَفْسٌ سَائِلَةٌ:
ذَهَبَ عَامَّةُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَا لَيْسَ لَهُ نَفْسٌ سَائِلَةٌ كَالذُّبَابِ وَالْبَعُوضِ وَنَحْوِهِمِا إِذَا وَقَعَ فِي مَاءٍ يَسِيرٍ أَوْ مَائِعٍ وَمَاتَ فَإِنَّهُ لاَ يُنَجِّسُ مَا وَقَعَ فِيهِ

Hewan yang tidak memiliki pembuluh, para imam kalangan ahli fikih berpendapat bahwa hewan yang tidak memiliki pembuluh darah seperti lalat, nyamuk, dan sejenisnya, Jika ia jatuh ke air atau cairan yang mengalir dan ia dalam kondisi mati, maka apa yang jatuh ke dalamnya tidak menjadi najis.

2. Bangkai hewan laut (air)

ب – مَيْتَةُ الْحَيَوَانِ الْبَحْرِيِّ وَالْبَرْمَائِيِّ:
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ مَا كَانَ مَائِيَّ الْمَوْلِدِ مِنَ الْحَيَوَانِ فَمَوْتُهُ فِي الْمَاءِ لاَ يُفْسِدُهُ

Hanafiyah berpendapat bahwa hewan apa pun yang lahir dari air maka kematiannya di dalam air tidak merusaknya.

وَقَال الشَّافِعِيَّةُ: مَيْتَةُ حَيَوَانِ الْبَحْرِ طَاهِرَةٌ وَحَلاَلٌ أَكْلُهَا , وَقَالُوا: مَا يَعِيشُ فِي الْمَاءِ وَفِي الْبَرِّ كَطَيْرِ الْمَاءِ مِثْل الْبَطِّ وَالأَْوِزِّ وَنَحْوِهِمَا حَلاَلٌ، إِلاَّ مَيْتَتَهَا لاَ تَحِل قَطْعًا، وَالضِّفْدَعُ وَالسَّرَطَانُ مُحَرَّمَانِ عَلَى الْمَشْهُورِ، وَذَوَاتُ السُّمُومِ حَرَامٌ قَطْعًا، وَيَحْرُمُ التِّمْسَاحُ عَلَى الصَّحِيحِ، وَالسُّلَحْفَاةُ عَلَى الأَْصَحِّ

Asy-syafiiyah berkata : bangkai hewan laut itu suci dan halal memakannya, dan mereka berkata : hewan yang hidup di air dan di darat seperti unggas, itik, angsa dan sejenisnya itu halal (dimakan) kecuali dalam keadaan sudah menjadi bangkai (mati) maka tidak halal pastinya

Katak dan kepiting keduanya diharamkan menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i, dan hewan-hewan laut yang memiliki racun juga diharamkan, dan buaya juga diharamkan menurut pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i, dan juga kura-kura diharamkan untuk dimakan menurut pendapat yang shohih

3. Hewan darat

ج – مَيْتَةُ الْحَيَوَانِ الْبَرِّيِّ:
ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّ مَيْتَةَ الْحَيَوَانِ كُلَّهَا نَجِسَةٌ إِلاَّ السَّمَكَ وَالْجَرَادَ

Para fuqaha berpendapat bahwa bangkai hewan semuanya najis kecuali ikan dan sejenis belalang

4. Bagian tubuh yang terpisah dari hewan yang masih hidup

د – مَا انْفَصَل مِنَ الْحَيَوَانِ:
ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ فِي الْجُمْلَةِ إِلَى أَنَّ مَا انْفَصَل مِنَ الْحَيَوَانِ الْحَيِّ فَهُوَ كَمَيْتَتِهِ نَجِسَةٌ إِلاَّ الشَّعْرَ وَشِبْهَهَا مِنَ الرِّيشِ

Para fuqaha umumnya berpandangan bahwa bagian tubuh apapun yang terpisah dari hewan hidup adalah najis kecuali rambut, bulu dan yang serupa dengannya

5. Kulit bangkai

هـ – جِلْدُ الْحَيَوَانِ:
جِلْدُ الْحَيَوَانِ إِمَّا أَنْ يَكُونَ جِلْدَ مَيْتَةٍ، أَوْ جِلْدَ حَيَوَانٍ حَيٍّ غَيْرِ مَأْكُول اللَّحْمِ.

Kulit hewan bisa berupa kulit hewan mati, atau kulit hewan hidup yang tidak dapat dimakan.

أَمَّا جِلْدُ الْمَيْتَةِ فَقَدِ اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى نَجَاسَتِهِ، وَاخْتَلَفُوا فِي طَهَارَتِهِ بِالدِّبَاغَةِ.

Adapun kulit hewan mati (bangkai) telah sepakat para fuqaha atas kenajisannya, namun mereka berselisih pendapat tentang kesuciannya dengan cara disamak :

فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ – وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَحْمَدَ فِي جِلْدِ مَيْتَةِ مَأْكُول اللَّحْمِ – إِلَى أَنَّ الدِّبَاغَةَ تُطَهِّرُ جُلُودَ الْمَيْتَةِ إِلاَّ جِلْدَ الْخِنْزِيرِ عِنْدَهُمْ النجاسة العينية

Hanafiyah dan Syafi’iyah dan sebuah riwayat dari habailah tentang kulit bangkai hewan yang dagingnya bisa dimakan.

bahwa penyamakan itu bisa mensucikan kulit bangkai kecuali kulit babi menurut mereka, karena babi adalah najis secara zatnya

وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ فِي الْمَشْهُورِ الْمُعْتَمَدِ عِنْدَهُمْ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ إِلَى عَدَمِ طَهَارَةِ جِلْدِ الْمَيْتَةِ بِالدِّبَاغَةِ.
وَأَمَّا جِلْدُ الْحَيَوَانِ الْحَيِّ غَيْرِ مَأْكُول اللَّحْمِ فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ التَّذْكِيَةَ لاَ تُطَهِّرُهُ

Dan Dari Malikiyyah mereka mengatakan dalam pendapat yang masyhur dalam madzhabnya dan hanabilah bahwa tidak ada kesucian bagi kulit bangkai yang disamak, adapun kulit hewan yang hidup yang tidak boleh dimakan, sebagian besar ahli hukum berpendapat bahwa menyembelih tidak mensucikannya

وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ إِلَى عَدَمِ طَهَارَةِ جِلْدِ الْمَيْتَةِ بِالدِّبَاغَةِ.

Dan hanabilah dalam madzhabnya bahwa tidak ada kesucian bagi kulit bangkai dengan cara penyamakan

Refrensi Al-mausuah al-fiqhiyah alkuwaitiyah

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai